Sebenarnya manusia hanyalah barang sepele. Ia hanya sebentuk sosok yang sangat tergantung pada fungsi fikirannya.
Ketika peradaban dimulai, pada jaman Nabi Adam as, manusia telah mempunyai keyakinan adanya kekuatan besar diluar kekuatan manusia. Kekuatan yang maha dahsyat yang menguasai segalanya. Disamping menyakini adanya penguasa tunggal (Tuhan) ada pula kepercayaan akan adanya kekuatan kedahsyatan alam. Seperti gunung, matahari, bulan, laut, batu besar, binatang dan sebagainya. Yang apabila dapat menyanjungnya niscaya kekuatan besar tersebut akan baik pula kepada manusia. Maka mulailah sebagian manusia memuja dan menyembah segala sesuatu yang berbentuk besar dan dahsyat. Kepercayaan seperti ini disebut Dinamisme.
Selain itu, berkembang pula, seiring dengan berkembangnya fungsi fikiran / pola fikir manusia yaitu adanya kepercayaan menyembah Roh penguasa, roh nenek moyang (leluhur). Kepercayaan ini disebut Animisme.
Hingga kini budaya menyembah kekuatan alam dan roh leluhur itu masih ada.
Disinilah terjadi adanya hubungan antara manusia dengan alam. Secara fisikal, contoh hubungan manusia dengan alam adalah diwujudkan dalam pernafasan (prana). Bahwa manusia membutuhkan hawa untuk hidup, tanpanya manusia akan mati. Sedangkan hawa berasal dari alam. Maka terus menerus antara manusia dan alam saling berhubungan.
Sesungguhnya manusia merupakan perwujudan kecil dari dunia. Manusia adalah miniatur alam semesta. Apa yang terdapat didunia ini sesungguhnya ada di dalam diri manusia. Alam semesta yang mempunyai pusat-pusat energi, dalam tubuh manusia pun terdapat pusat-pusat energi. Unsur-unsur yang terdapat didalam alam, ada dalam diri manusia. Zat yang terkandung dalam tubuh manusia berasal dari zat yang terdapat di alam. Mengandung unsur-unsur yang berasal dari tanah, air, udara, tumbuhan dan sinar matahari.
Maka manusia disebut sebagai alam kecil : jagad cilik : bawana alit : microkosmos. Sedangkan alam disebut sebagai alam raya (semesta) : jagad gede : bawana ageng : macrokosmos.
Pada hakekatnya manusia digambarkan lebih besar dari jagad raya. Karena apa yang terlihat besar dan menakutkan itu sebenarnya dapat masuk kedalam diri manusia.
Antara jagad cilik dan jagad gede, terdapat saling keterkaitan. Kehidupan manusia akan dipengaruhi oleh alam dan kehidupan alam juga akan terpengaruh dengan keberadaan manusia. Jelas bahwa kita tidak bisa hidup tanpa makanan, air, udara dan matahari. Begitu pula alam. Manusia dalam pandangan alam menjadi sebuah pedang bermata dua. Artinya manusia dapat menjadi faktor kelangsungan ; kelestarian hidup alam, yang akhirnya alampun memberikan kelestarian hidup bagi manusia. Namun manusia juga bisa menjadi penyebab kerusakan / kemusnahan alam. Terjadinya perang contohnya.
Ribuan binatang, tumbuhan dan ekosistem alam musnah akibat senjata perang dan kemajuan teknologi manusia dengan alat-alat modernnya yang tidak ramah lingkungan. Dalam perang, manusia saling bunuh cuma untuk memperluas wilayah ataupun melindungi wilayah kekuasaannya.
Merampas ataupun melindungi alam dengan cara saling menghilangkan nyawa tetap belum bisa disebut kebajikan.
“…apabila ada dua orang saling bertikai hingga menyebabkan kematian, sesungguhnya keduanya, baik yang membunuh maupun yang dibunuh akan masuk neraka” (hadist Nabi Muhammad).
Mengapa demikian? Jika yang membunuh masuk neraka itu wajar tapi kok yang dibunuh..?? Karena sesungguhnya keduanya mempunyai nafsu untuk membunuh satu dengan yang lain. Membunuh atau dibunuh.
Dengan memahami dan tahu arti jagad cilik dan jagad gede merupakan suatu upaya untuk mendekatkan manusia kepada kenyataan, kepada berfikir tentang hidup dan tahu bagaimana menghargai kehidupan ini.
Agar manusia faham akan dirinya. Faham akan makna hidupnya, agar tidak menyia-nyiakan hidupnya untuk berbuat yang bukan-bukan. Jangan sampai membuat kesalahan dan menghancurkan lingkungan. Rusaknya lingkungan hidup maka rusak pula dalam dirinya sendiri.
Hidup memang keras, penuh cobaan dan ujian, banyak rintangan dan godaan, penuh dengan batu terjal dan karang tajam yang tiada henti-hentinya mengetuk pintu kesadaran. Seperti menusuk dan menghentak-hentak jiwa kita dalam gejolak ingin tahu tentang apa yang akan terjadi hari ini, hari esok dan yang akan datang. Tetapi siapa yang menduga dalamnya samudera kehidupan, ganasnya badai cobaan dan lembutnya angin Ilahi yang menyejukan hati.
Begitulah gambaran hidup, bagai seorang pelaut yang mengarungi samudera luas. Semuanya datang dengan tidak terduga. Namun bagi yang telah memahami rahasia kehidupan, semua kejadian tidak akan mengejutkannya lagi. Walaupun yang akan terjadi pastilah terjadi. Karena semua yang akan terjadi sudah dapat dibaca tanda-tandanya. Seperti akan datangnya badai dilautan, pelaut yang berpengalaman sudah dapat menduga sebelumnya. Dengan membaca keadaan awan serta laju bertiupnya angin.
Begitu juga dengan kehidupan, manusia yang telah memahami rahasia kehidupan yang disebut Jagad besar dan jagad cilik, semua kejadian tidak akan mengherankannya lagi. Dan setelah memahami akan arti semua rahasia kehidupan itu, tidaklah nanti kita akan lari dari kenyataan. Tidak boleh mengingkari kebenaran. Harus menerima apa adanya, yang bisa dilakukan hanya berupa mengurangi bencana, bukan membiarkan badai taufan (cobaan/ujian/bencana) menghancurkan perahu kehidupannya.
Karena apapun yang terjadi didunia atau pada manusia itu sudah menjadi kehendak Tuhan. Walaupun begitu manusia diwajibkan berusaha untuk menghadapi berbagai benturan-benturan badai kehidupan. Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang kalau orang itu sendiri tidak mau berusaha merubahnya.
Maka agar selamat dalam mengarungi samudera kehidupan ini, manusia harus bersekutu dengan Tuhan (taqwa). Melalui cara-cara / tuntunan yang telah dibentangkan oleh Tuhan untuk manusia. Seperti pelaut yang mempelajari rahasia alam dilautan, untuk menaklukan badai taufan. Bahkan setelah mampu mengenal air laut lebih dekat lagi. Gelombang besar yang bergulung-gulung itu dapat dimanfaatkan untuk senang-senang, seperti bermain ‘selancar angin’. Gelombang setinggi bukit itu tidak lagi mengerikan tetapi menyenangkan.
Paduannya adalah ketelitian, mengamati gerak kehidupan. Mengendapkan segala peristiwa kedalam sadar yang hakiki. Dengan ketenangan jiwa dan menyingkirkan segala syak wasangka.
Mengamati kehidupan dengan teliti dan telaten (ulet) mempergunakan kecerdasan dan kecerdikan maka akan bertemu dengan rahasia hidup yang disebut jagad gede dan jagad cilik (manunggaling jagad cilik lan jagad gede). Untuk mencapai kewaspadaan batin; dapat mengetahui apapun yang bakal terjadi (weruh sadurunge winarah).
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar